Benarkah Onani Di Bulan Puasa Masuk Ranah Hilafiyah? Berikut Penjelasanya!

Posted on
Ada pernyataan salah satu ustaz wahabi yang lagi viral hari-hari ini, sebut saja namanya Ustaz Jazid Jawas, ustadz wahabi tersebut mengatakan disalah satu stasiun tv lokal milik Salafi Wahabi, bahwa onani disiang hari dibulan ramadhan masuk dalam ranah khilafiyah diantara para ulama, Si bapak  Jazid Jawas ini mengatakan, bahwa jumhur ulama mengatakan batal bagi orang-orang yang onani disiang hari bulan puasa, dan yang mengatakan tidak batal puasanya adalah imam ibnu hazm, imam syaukani dan Albani, dan ini khilafaiyyah (Kata ustaz wahabi tersebut).
Apakah benar yang disebutkan ustaz jawas masuk dalam ranah khilafiyyah diantara para ulama.?
Berikut Jawabanya :
Adapun para ulama lintas madzhab sepakat tentang onani disiang harinya bulan ramadhan membatalkan puasa dan wajib mengqhada’nya,  
Namun para ulama lintas madzhab berbeda pendapat dalam membayar kaffarahnya saja,
Seperti pendapat madzhab maliki yang mewajibkan mengqada’ dan membayar kaffarah bersamaan,berbeda dengan madzhab hanafiyah, syafiiyah, hanabilah, yang hanya mewajibkan mengqada’ puasa.
Dan Inilah kesepakatan para ulama lintas madzhab bahwa onani disiang hari bulan ramadhan yang sampai mengeluarkan mani membatalkan puasa.
Pertama Dalam Madzhab Hanafi :
وكذلك لواستمنى بالكف، فانزل فانه يفسد، لانه اقتضى شهوته بفعله،
 
Begitu juga, jika onani dengan telapak tangan, maka puasanya batal, karna dia menghendaki syahwatnya untuk melakukan hal itu,
Tuhfatul Fuqaha’ 2/257
Dan juga dijelaskan dlm kitab ( addar almukhtar wa hasyiyah ibnu abidin 3/371 dar, imiyah,)
(وكذا الاستمناع بالكف ) اي فى كونه لايفسد، لكن هذا اذا لم ينزل، اما اذا انزل فعليه القضاء، كماسيصرح به وهو المختار كماياءتي،
Begitu juga onani dengan tangan ) bahwa itu tidak membatalkan puasa jika tidak keluar mani, namun jika onani keluar mani maka wajib mengqada’ puasa, yang itu akan saya jelaskan, dan ini adalah pendapat yang dipilih, yang penjelasannya akan disampaikan.
Kedua Dalam Madzhab Maliki :
يعنى ان من تعمد اخراج المني بلاجماع – الى ان قال – على مذهب ابن قاسم فى المدونة فان عليه القضاء والكفارة،
Yakni, jika seseorang menyengaja mengeluarkan mani tanpa berjimak, menurut pendapat ibnu qasim dlm kitab al mudawwanah maka baginya wajib mengqadla puasanya dan wajib membayar kaffarah.
Syarah muktashar kholil 2/253
Ketiga Dalam Madzhab Syafiiyah :
إذا استمنى بيده -وهو استخراج المني- أفطر بلا خلاف عندنا
Jika seseorang beronani dengan tangannya, dan keluar maninya, maka batal puasanya tanpa adanya khilaf menurut kami ( madzhab syafiiyah )
Almajmu’ syarah muhaddzab 3/322
Di Dlm kitab Al hawi Al kabir Syarh Mukhtashar al-Muzani 3/435 juga disebutkan :
أمَّا إنْ وَطِئَ دونَ الفَرجِ أو قبَّلَ أو باشَرَ فلم يُنزِل؛ فهو على صَومِه لا قضاءَ عليه، ولا كفَّارةَ، وإن أنزَلَ فقد أفطر، ولَزِمَه القضاءُ إجماعًا.
Jika seseorang mewati’ pada selain farji, atau mencium atau bersentuhan tetapi tidak mengeluarkan mani, maka puasanya tidak mengqada’ dan tidak membayar kaffarah, dan jika mengeluarkan mani maka puasanya batal, dan wajid mengqadla’ menurut ijmak para ulama.
Keempat dalam madzhab hanabilah :
الحالُ الثاني: أنْ يُمنِيَ: فيُفطِرُ بغيرِ خلافٍ نَعلَمُه. لِمَا ذَكَرْناه من إيماءِ الخبرينِ، ولأنَّه إنزالٌ بمباشَرةٍ فأشبَهَ الإنزالَ بالجِماع دون الفَرجِ.
Hal yang kedua : yaitu beronani, maka itu membatalkan puasa tanpa adanya perkhilafan
yang kami ketahui, 
Berdasarkan hadist yang telah aku sebutkan dari A’isyah dan dari Umar. Disamping itu, perbuatan ini adalah mengeluarkan mani dengan adanya persentuhan ,maka statusnya sama dengan mengeluarkan mani karena jima’ di selain kemaluan.
Almugni 3/127
Wallahu A’lam.
Sekarang sudah jelas pendapat² ulama lintas madzhab, baik hanafi, maliki, syafi’i, hambali,
Semuanya sepakat, tidak ada perbedaan dalam menyatakan batalnya puasa bagi orang yang onani disiang hari bulan ramadhan, bahkan imam Mawardi mengenai hal itu, menyatakan atas ijmak para ulama.
Jika ustaz wahabi mengatakan ada perkhilafan diantara para ulama, maka itu adalah dusta, karna yang menyatakan tidak batal puasa akibat onani hanyalah imam ibnu hazm saja, yang pendapatnya tidak boleh diikuti, meskipun imam syaukani cenderung dengan pendapat imam ibnu hazm, karna mengqiyaskan keluarnya mani seperti halnya bekam, yaitu mengeluarkan sesuatu yang lebih dalam tubuh.
Kalo Albani bagaimana?
Albani ini saya kurang tau, apakah beliau diakui sebagai ahlul ilmi oleh para ulama ahlus sunnah wal jamaah atau tidak. Yang pasti, beliau bukanlah seorang muhaddist,
Dalam bukunya tamamul minnah hlm 417, syaikh albani mengatakan bahwa onani, yaitu mengeluarkan mani, baik disebabkan mencium sang istri, atau disebabkan dengan tangan,
Maka puasanya tidak batal,
Nah, inilah yang dibuat patokan oleh ustaz bunga, bahwa ada khilafiyah dikalangan para ulama ttg onani disiang hari bulan ramadhan,
Padahal pendapat syaikh albani ini ditentang oleh muridnya sendiri, yaitu syaikh hasan abul asybal, dia berkata dlm bukunya syarah shahih muslim 13/9:
اما شيخنا الباني  رحمه الله  رحمة واسعة فقد خلف الامة فى مثل هذا ، فقال : الاستمناع لايفطر ، ولايفطر الا باجماع، وهو رحمه الله ماءجور فى هذا الاجتهاد اجرا واحدا، لااثنين، 
ولايجوز متابعة الشيخ على هذه الفتوى،  
Adapun guruku Albani, dia telah menyelisihi umat dalam masalah ini, dia telah berkata : onani tidak membatalkan puasa, yang membatalkan hanya berjimak,
Semoga dia diberi pahala satu dalam ijtihadnya, bukanlah dua pahala,
Dan tidak boleh mengikuti fatwa syaikh ini,
Syaikh abul asybal menyatakan bahwa albani telah menyelisihi umat islam, dan tidak boleh diikuti,
ini menunjukkan bahwa albani adalah sesat dalam pernyataannya, Selesai,
Harus dipahami bahwa menjadikan Imam Syaukani dan Ibnu Hazm sebagai rujukan pengamalan syariat tidaklah dapat dibenarkan dalam ranah fatwa, 
Seperti yang dilakukan ustz bunga yang menjawab pertanyaan masyarakat yang disampaikan di muka umum. 
Sebab imam ibnu hazm dan imam syaukani merupakan tokoh ulama di luar mazhab empat yang keotentikan pendapatnya sangatlah diragukan. 
Dalam hal ini Ibnu Hajar menjelaskan: 
  أن تقليد غير الأئمة الأربعة رضي الله تعالى عنهم لا يجوز في الإفتاء ولا في القضاء وأما في عمل الإنسان لنفسه فيجوز تقليده لغير الأربعة ممن يجوز تقليده لا كالشيعة وبعض الظاهرية.
Taklid (mengikuti) pada selain mazhab empat adalah hal yang tidak diperbolehkan dalam ranah fatwa dan putusan hukum. 
Sedangkan taklid pada selain mazhab empat untuk pengamalan sendiri adalah hal yang boleh, selama ulama tersebut boleh diikuti, bukan seperti Syiah dan sebagian mazhab dhahiriyah”
Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 10, hal. 183
Maka jelaslah tidak ada perkhilafan diantara para ulama lintas madzhab, tentang batal puasanya bagi orang beronani, bahkan itu adalah ijmak para ulama.
Artikel Sejenis  Ini Penjelasan Imam Syafi'i Tentang Bid'ah Hasanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *