Sunnah mencium tangan Orangtua, Orang Sholeh, Ulama, dan Orang yang memiliki keutamaan
Sebagian orang menganggap bahwa mencium tangan termasuk perbuatan menyembah manusia. Bagaimana sebenarnya kedudukan mencium tangan orangtua dan orang-orang sholeh dan ulama berdasarkan dalil yg shahih
Berikut dalil yang jelas yang dapat kit baca dan pahami dengan mudah. Cium tangan bukan saja hanya terjadi pada masa Rasulullah, namun juga pernah dilakukan pada masa Umar bin Khatab.
فعن أسامة بن شريك قال: “قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبَّلنا يده” رواه أبو بكر بن المقرئ في جزء “تقبيل اليد” (ص/58)، وقال الحافظ ابن حجر: “سنده قوي”. ينظر: “فتح الباري” (11/ 57)، وذكر هناك مجموعة من الأحاديث ووصفها بالجيدة الأسانيد
Dari Usamah bin Syuraik, ia berkata: “Kami berdiri menuju Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencium tangan beliau.”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Al-Muqri di Juz tentang “Taqbil Yadain” (cium tangan) hal. 58.
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: “Sanaduhu Qawiy” (sanadnya kuat). Lihat Fathul Bari (11/57) disebutkan bahwa disana terdapat kumpulan hadis dengan kondisi sanad nya baik (jayyid)
وروى البيهقي في “السنن الكبرى” (7/ 101) بسنده عن تميم بن سلمة قال: “لَمَّا قَدِمَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الشَّامَ اسْتَقْبَلَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، فَقَبَّلَ يَدَهُ، ثُمَّ خَلَوْا يَبْكِيَانِ”. قَالَ: فَكَانَ يَقُولُ تَمِيمٌ: “تَقْبِيلُ الْيَدِ سُنَّةٌ
Imam Al-Baihaqi dalam kitab Sunan Al-Kubra 7/101 dengan sanadnya dari Tamim bin Salamah, ia berkata: “Ketika Umar Radhiyallahu ‘Anhu tiba di Syam disambut oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah Radhiyallahu ‘Anhu, Abu Ubaidah mencium tangan Umar. Kemudian keduanya menangis.”
Perawi mengatakan, bahwa Tamim bin Salamah mengomentari, “Cium tangan adalah sunnah.”
Selain sunnah, hukum mencium tangan bias menjadi makruh jika dilakukan kepada para pimpinan, pemilik kekuasaan dan pemilik dana.
يقول الإمام النووي رحمه الله: “يُستحب تقبيل يد الرجل الصالح، والزاهد، والعالم، ونحوهم من أهل الآخرة، وأما تقبيل يده لغناه ودنياه وشوكته ووجاهته عند أهل الدنيا بالدنيا ونحو ذلك فمكروه شديد الكراهة، وقال المتولي: لا يجوز” انتهى من “المجموع” (4/ 636)
Imam An-Nawawi berkata, “Mustahab (lebih disukai/dicintai) hukumnya mencium tangan orang shalih, orang yang zuhud, berilmu, dan yang setara dengan mereka dari kalangan yang memiliki keutamaan ukhrawiyah. Adapun mencium tangan dengan tujuan kecukupan duniawiyah, kedudukan, dan otoritas dari pemangku kebijakan duniawi adalah makruh dan sangat dibenci. Sedangkan Al-Mutawalli berkata, “Tidak boleh”.” Sampai disini nukilan dari Kitab Al-Majmu selesai. (Al-Majmu 4/636)
Imam Abu Bakar bin Al-Muqri dalam kitabnya membuat satu juz khusus terkait tema ini. Sedangkan Imam Ibnu Hajar memperluas pembahasan ini dalam kitab Fathul Bari di Juz 11/56-57 dengan menyebutkan dalil-dalil yang terkait. Diantara yang disebutkan oleh beliau adalah,
ومما قاله: “وإنما كرهها مالك إذا كانت على وجه التكبر والتعظم، وأما إذا كانت على وجه القربة إلى الله لدينه أو لعلمه أو لشرفه؛ فإن ذلك جائز
“Imam Malik memakruhkan cium tangan jika dilakukan karena kesombongan dan membesar-besarkan. Adapun jika dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah karena disebabkan agama dan ilmu serta kemuliaannya, maka hal tersebut jaiz (boleh).”
Oleh karena itu, tidak seharusnya bagi mereka yang telah dianggap sebagai orang baik dan membawa kebaikan jatuh terjerumus dalam hati mereka rasa takabbur dan congkak dihadapan manusia, dan mereka tergoda agar orang-orang mencium tangan mereka. Akhirnya muncul rasa bangga karena orang mencium tangannya.
Sungguh merugilah orang yang merasa dirinya besar dihadapan orang lain, namun disisi Allah tidak ada apa-apanya; kedudukan atau yang lainnya. Barang siapa yang tawadhu dihadapan Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya. Ketika mereka tawadhu kepada Allah, maka orang akan menghargainya. Bisa jadi mencium tangan mereka bagian dari penghargaan dari ketawadhuannya.
Akmal Burhanuddin
Pondok Kelapa,
June, 15 2020
والله أعلم