Secara perhitungan, tokoh dan ustaz dari aliran tersebut sudah mati kutu kalau harus berdebat dengan tokoh-tokoh aswaja, khususnya yang diwakili oleh tokoh NU. Sebut saja setingkat Buya Yahya, Ustaz Idrus Ramli, Ustaz Ma’ruf Khozin, K.H. Abdurrahman Nafis, K.H. Muhyidin Abdusshomad, dan banyak lagi yang lain. Ditambah dari kalangan netizen yang sebagian begitu intens memerangi paham salafi wahabi.
Namun, sebagai paham yang tidak mementingakan perdebatan dan diskusi dalam penyebarannya, salafi wahabi tidaklah tinggal diam dan bertekuk lutut hanya karena kalah dalil dan hujjah saat debat. Paham yang menyusupi beberapa organisasi bahkan partai politik ini, justru terus bergerak.
Terbukti propaganda anti-syiah yang disinyalir sebagai “jualan baru” kelompok ini dan dianggap murahan oleh beberapa kalangan, ternyata laris manis. Beberapa sumber mengisahkan, bahkan ada abang becak yang tak seberapa paham agama saja bisa bilang kalau Syiah itu bukan Islam.
Paham yang mendasari beberapa gerakan terorisme ini masih terus bergerak secara sistematis, massif, dan terstruktur. Karenanya, jangan puas bisa mengalahkan hujjah salafi wahabi dalam debat, karena mereka punya 5 senjata yang lebih ampuh ketimbang debat yang jelas-jelas tidak menguntungkan:
1. Cyber Army yang Solid
Bisa dikatakan, dunia maya dikuasai kalangan wahabi. Bahkan, beberapa di antaranya cenderung ekstrim dan mendukung terorisme. Website-website dengan kamuflase nama mencatut hal yang identik dengan aswaja banyak bertebaran. Meskipun memakai identitas mazhab Syafi’i, isinya justru manhaj salafi.
Cyber army adalah istilah untuk kelompok yang bekerja di dunia maya secara terkoordinasi baik. Berbeda dengan gerakan individu, cyber army atau pasukan dunia maya ini bergerak dengan satu tujuan dan memiliki satu komando.
Contoh gampangnya, pemblokiran dan penghapusan akun medsos tokoh tertentu yang dianggap membahayakan gerakan wahabi telah sering terjadi. Yang terbaru, akun FB milik K.H. Musthofa Bisri (Gus Mus) sempat “pingsan” gara-gara dilaporkan.
2. Fanatisme Buta yang Tak Tergoyahkan
Aliran wahabi, khususnya wahabi ekstrim cenderung memiliki fanatisme buta yang tinggi. Mereka tidak akan mempercayai informasi selain dari murabbi, syekh, atau ustaznya. Mereka juga tidak sudi bahkan dilarang membaca buku-buku di luar paham mereka sendiri.
Ini sebabnya, meski suatu debat didokumentasikan dan tersebar luas, pengikut paham yang menobatkan diri sebagai pengikut salaf paling benar ini, tidak begitu mempan dan mau memahami hujjah lawan yang lebih kuat.
3. Menyusup ke Kurikulum Pendidikan dan Media
Menghindari konflik dan konfrontasi terbuka, namun bergerak dalam sistem secara teratur. Itulah yang kini sedang terjadi. Buktinya telah banyak buku-buku pelajaran agama Islam yang memuat ajaran-ajaran wahabi.
Lewat buku pelajaran, mereka menyusupkan ajaran Tauhid uluhiyyah, rububiyyah, dan asma’ wa shifah. Beberapa kasus memang dapat terbongkar dan buku ditarik dari peredaran. Tetapi yang tak terdeteksi tentu lebih banyak.
Di kalangan mahasiswa, mereka menyasar para mahasiswa yang tak punya basis pendidikan agama yang tak begitu baik, namun punya gairah keislaman yang kuat. Menarik mereka dalam kajian-kajian islam yang akhirnya diisi dengan paham tersebut. Dalam tingkat ini, justru paham yang disusupkan semakin berbahaya dengan doktrin anti-Pancasila dan anti-NKRI.
Di kalangan media, beberapa stasiun televisi penyebar paham salafi wahabi tampak lebih berkualitas tampilan dan acaranya ketimbang stasiun TV milik aswaja. Beberapa program keislaman di salah satu stasiun televisi nasional, bahkan disinyalir telah disusupi ajaran yang antitoleransi ini.
4. Kekuatan Dana dan Kesetiaan Jamaah
Sudah bukan rahasia lagi dan tidak bisa dirahasiakan lagi bahwa gerakan penyebaran paham salafi wahabi melalui berbagai cara, tidak terlepas dari sokongan dana luar negeri. Beredarnya video seorang gubernur yang tengah menjual isu syiah untuk mencairkan dana petro dollar, menjadi bukti kuat pernyataan ini.
Terkait kesetiaan, pengikut paham salafi wahabi, sudah tidak diragukan lagi kesetiaannya. Meskipun mereka menyuarakan antitaklid dan fanatik mazhab, nyatanya mereka terperosok dalam fanatik terhadap ajaran ala manhaj salafinya.
Fatwa yang layak diikuti hanya dari ulama Arab Saudi, seperti Syekh al-Utsaimin, Ibnu Baz, Shalih bin Fauzan, dll. Hadis baru dianggap benar-benar sahih kalau ada “cap” disahihkan oleh al-AlBani.
5. Penyebaran Buku Murah atau Gratis
Salah satu bentuk dakwah yang sukses menjaring pengikut adalah melalui buku murah atau gratis. Jamaah haji Indonesia sering mendapat hadiah buku-buku ketika melaksanakan ibadah haji. Bagi yang tak paham dasar paham aswaja, bisa-bisa pulang dari haji justru pandai mengatakan bidah, syirik, dan kafir.
Di berbagai acara bazar buku semacam Book Fair, buku-buku bercorak antibidah dan syirik, anti-Pancasila dan NKRI, menyerukan khilafah dan antidemokrasi, lebih mudah kita temukan ketimbang buku-buku keaswajaan. Entah bagaimana, buku hasil cetakan mereka bisa dijual lebih murah ketimbang buku tandingan dari kalangan aswaja.
Wa akhiran, para aktivis pembela aswaja di nusantara, entah dalam afiliasi ormas manapun, hendaknya menyadari 5 gerakan “gerilya” kaum wahabi ini. Jangan berpuas diri dengan kemenangan hujjah dan dalil dalam debat dan diskusi. Waspadalah, karena kini kita rasakan, dakwah mereka semakin mengajak negeri ini menuju perang saudara.