Sejarah Syaikh Syarif Hamid Al Qodri,Pejuang Yang Di Buang

Posted on

Tersebutlah seorang putra Sultan Pontianak Pangeran Syarif Hamid Al-Qadri keturunan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie –pendiri Kesultanan Pontianak  yang dibuang ke Batavia pada masa Pemerintahan Hindia Belanda karena mengadakan pemberontakan pada sekitar tahun 1800-an. Makamnya terbuat dari batu pualam dan terdapat tulisan yang menyebutkan usia sultan yakni meninggal dunia dalam usia 64 tahun 35 hari. Ia meninggal pada tahun 1854.

Kontributor : Kyai Syam Ayahe Sukma

Masjid  Jami Al Anwar Angke dibangun pada 2 April 1761 M oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim dari Tartar bernama Ny. Tan Nio yang bersuamikan orang Banten. Masjid tua yang berbentuk bangunan tunggal dan kini menempati lahan seluas kurang lebih 500 m2. Menelusuri sejarah Kata Angke. Berasal dari  dua kata “Ang” berasal dari bahasa Cina yang berarti “merah”, sedangkan “ke” dari kata “bangke” (bangkai) penamaan itu terkait dengan memerahnya kali Angke akibat genangan darah muslim Thionghoa yang dibantai Belanda.

Namun begitu, Kata angke menurut sejarawan Perancis Denys Lombard berasal dari kata Tionghoa yang berarti Riviere qui deborde yakni kali yang (suka) banjir. Di Jakarta Barat terdapat sebuah kali yang dinamakan Kali Angke yang dulunya memang sering banjir.

Mungkin karena letaknya berada di dekat kali yang sering banjir tersebut, maka masjid yang memiliki nama resmi Masjid jami’ Al-Anwar ini lebih populer di masyarakat dengan nama Masjid Angke. Sejarah pendirian masjid ini berkaitan erat dengan peristiwa di zaman Jenderal Adrian Valckenier (1737-1741), beberapa kali terjadi ketegangan antara VOC dengan rakyat dan orang Tionghoa. Ketegangan memuncak pada tahun 1740 ketika orang-orang Tionghoa bersenjata menyusup dan menyerang Batavia. Karena kejadian ini, sang jenderal sangat marah dan memerintahkan pembunuhan massal terhadap orang-orang Tionghoa.

Artikel Sejenis  Ular Itu Sudah Keluar Dari Sarangnya Iman Akan Kembali Ke Madinah

Peristiwa ini diketahui Pemerintah Belanda, sang jenderal dimintai pertanggung jawaban dan dianggap sebagai gubernur jenderal tercela. Akibatnya, ia kemudian dipenjarakan Pemerintah Belanda pada tahun 1741. Dan tak lama kemudian sang jenderal pun akhirnya mati di penjara. Sewaktu terjadi pembunuhan massal itu, sebagian orang Tionghoa yang sempat bersembunyi dilindungi oleh orang-orang Islam dari Banten, dan hidup bersama hingga tahun 1751. Mereka inilah yang kemudian mendirikan Masjid Angke pada tahun 1761 sebagai tempat beribadah dan markas para pejuang menentang penjajah Belanda. Masjid konon juga sering dipakai sebagai tempat perundingan para pejuang dari Banten dan Cirebon.

Berdasarkan sumber Oud Batavia karya Dr F Dehan, masjid didirikan pada hari Kamis, tanggal 26 Sya’ban 1174 H yang bertepatan dengan tanggal 2 April 1761 M oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim dari Tartar bernama Ny. Tan Nio yang kaya dari suku Tarta  yang bersuamikan orang Banten, dan masih ada hubungannya dengan Ong Tin Nio, istri Syarif Hidayatullah. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Syaikh Liong Tan, dengan dukungan dana dari Ny. Tan Nio. Makam Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Jami Angke, yang berada di bagian belakang Masjid Jami Angke.

Sebagian ada yang di tempatkan di daerah Tangerang yang kini di sebut dengan istilah Tangerang Benteng, warga yang keturunan Cina yang masih berdomisili disana dengan sebutan Cina Benteng.  Yang kehidupannya berbeda jauh dengan warga Cina (Tionghoa) yang tinggal di sekitar kota-kota. Mereka hidup dengan bercocok tanam bahkan kulitnya pun sama dengan orang pribumi lainnya yang coklat agak gelap.

Terdapat makam Ibu Ratu Pembayun Fatimah, anak dari Sultan Maulana Hasanuddin –penguasa Kesultanan Banten.

Artikel Sejenis  Sejarah Muktamar NU dari Masa ke Masa

Kumpi Nadjihun (wafat 1763) putra dari Syeh Achmad (pangeran Pak Pak) cucu dari pangeran Tubagus Angke.

Melalui artikel ini saya ingin menyampaikan perjalanan Saya saat masih di Jakarta dan berziarah di makam Habib Abu Bakar bin Abdullah Alaydrus mendapat petunjuk tuk melanjutkan ke makam Syarif Hamid Al Qodri. Dengan tidak meninggalkan adab Kula menemui juru kuncinya yang bernama pak Habib. Seorang pengurus turun temurun dari leluhurnya. Banyak terdapat silsilah dari Al Habsyi tersimpan disini tepatnya di belakang kami berfoto. Sebagai petunjuk dari adanya pertanyaan di mana kah alamat dari situs makam bersejarah para ulama yang Saya posting ini.

Akses menuju Masjid Jami Al-Anwar Angke

Metromini B80 Kalideres – Grogol

Mikrolet M10 Tanah Abang – Kota/Jembatan Lima

Mikrolet M43 Grogol – Kota/ST. Kawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *